RSS

Senin, 31 Mei 2010

Komentar Video

iklan 1 yaitu video nike :
Iklan 1 menceritakan tentang sebuah gambaran kerjasama dari sebuah tim sepak bola. Yang dimana meskipun tim tersebut merupakan sebuah tim yang kecil dan masing-masing anggota timnya tidak memiliki kekuatan fisik yang besar. Namun karna kekompakan dan kerjasama yang mereka miliki membuat mereka merasa yakin bahwa mereka pasti akan bisa mengalahkan lawan mereka meskipun mereka tahu bahwa lawan mereka memiliki kekuatan fisik yang luar biasa besarnya. Dan itu akhirnya terbukti dengan kemenangan yang mereka raih.
Kemenangan itu membuktikan bahwa kekuatan fisik itu bukanlah segalanya dari sebuah tim, kekuatan fisik hanyalah suatu syarat bagi seseorang yang ingin menggeluti dunia olah raga. Kekuatan fisik bukanlah suatu hal yang paling utama dalam sebuah tim, namun kekompakan, kerjasama, dan saling percaya akan kemampuan masing-masing anggota tim itulah yang paling penting dalam sebuah tim, karna jika dalam sebuah tim tidak memiliki kekompakan, kerjasama, dan saling percaya meskipun tim tersebut memiliki kekuatan yang besar tetap saja tim tersebut tidak akan memperoleh kemenangan.

iklan 2 yaitu roberto carlos :
Iklan 2 menceritakan tentang sebuah gambaran kesopanan dan tradisi dari suatu Negara. Bagaimana cara memberikan sambutan kepada seorang tamu yang dimana tamu tersebut datang dari Negara yang berbeda. Kesopanan dan tradisi yang khas dan kental akan membuat kesan tersendiri bagi Negara lain, itu terlihat dari respons yang diberikan oleh tamu tersebut setelah diberikan sambutan yang baik. Sambutan yang baik selalu dan selamanya akan terus diingat dan dikenang. Bahkan akan dijadikan cerminan oleh tamu tersebut dalam melakukan hal apapun.
Suatu Negara pasti memiliki tradisi dan adat istiadat yang menjadi ciri khas dari Negara tersebut. Namun itu semua tergantung bagaimana warga negaranya mengaplikasikan tradisi tersebut di hadapan Negara lain. Bagaimana kita memperlakukan para turis sesuai dengan tradisi dari Negara kita, jika kita memberikan yang terbaik maka itu semua akan teringat dan terkenang bahkan akan menjadi cerminan bagi para turis tersebut.

Minggu, 02 Mei 2010

Resensi Buku

1. Judul resensi : Imajinasi Sebagai sarana Membebaskan Diri dari Realitas

2. Identitas

Judul buku : Mereka Bilang, Saya Monyet!

Pengarang : Djenar Maesa Ayu

Penerbit : PT Gramedia Pustaka utama

Catatan : I, September 2002

Tebal buku : xi+137 halaman

3. Kepengarangan: Paragraf I, paragraf II, paragraf III

4. Sinopsis : Sinopsis dari salah satu cerpen yang ada di dalam buku Mereka Bilang,

Saya Monyet!

Dalam cerpen “Melukis Jendela” tokoh Marya yang tidak pernah melihat ibunya dan tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya, berimajinasi dengan melukis kedua orang tuanya dengan harapan agar mereka memberikan kasih sayang kepada Marya. Ketika harapannya tidak kunjung terpenuhi, Marya mulai melukis jendela yang dia rasakan mampu memberikan kebebasan pada dirinya.

Akhirnya, karena terinspirasi oleh lukisan jendela yang dibuatnya, Marya mengambil tindakan nyata membebaskan diri dari kenyataan yang menghimpitnya. Ia meninggalkan rumah dan “Marya tidak akan pernah kembali” (halaman 42).

5. Analisis

Kelebihan : Paragraf VI dan paragraf X

· Tema terkesan liar dan vulgar

· Kalimat yang bebas, lugas dan apa adanya

· Memanfaatkan angka-angka

· Karakter tokoh yang kuat

Kekurangan : Paragraf X

· Pengarang sering mengeksploitasi kekerasan dan unsur seksualitas secara berlebihan meskipun dengan unsur metafora.

6. Penutup :

Beberapa cerpen dalam buku ini pernah di muat di beberapa harian, seperti kompas (Durian), majalah sastra Horison (Melukis Jendela), Media Indonesia (Durian), Republika (Menepis Harapan), Lampung Pos (Wong Asu), dan majalah A+ (Mansya dan Dia), serta Jendral Cerpen Indonesia (Mereka Bilang, Saya Monyet).

Rangkaian cerpen-cerpen yang pernah diterbitkan oleh media-media cetak tersebut menjadi jaminan eksisten karya-karya Djenar.

Nama Djenar Maesa AYu mungkin merupakan nama baru di dunia kesusastraan Indonesia. Secara umum, gaya penulisan Djenar bertipe suralisme dan absurd. Hal ini lah yang menybabkan tidak semua orang bisa menikmati karya-karyanya. Namun, setidaknya Djenar telah menjadi ikon tersendiri di khazanah kesusastran Indonesia.

Buku kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Ini merupakan buku kumpulan cerpen yang pertama bagi Djenar. Cerpen-cerpen dalam buku ini tergolong unik. Tema utama yang digunakan Djenar dalam cerpen-cerpannya berkisar mengenai masalah keluarga-dengan menjalani tokoh ibu, seorang wanita, atau anak permpuan sebagai pusat penceritaan-dan masalah kehidupan masyarakat metropolitan yang cenderung bebas.

Pada cerpen “Merka Bilang, Saya Monyet!” Djenar mencoba menyorot kehidupan masyarakat kota dengan menggunakan tokoh-tokoh yang diwujutkan dalam bentuk binatang dengan bagian-bagian tubuh yang berbeda-beda. Misalnya, “Sepanjang hidup saya melihat manusia berkaki empat berekor anjing, babi, atau kerbau. Berbulu srigala, landak, atau harimau. Dan kepala ular, banteng, atau keledai” (halaman 1).

Dalam cerpen “Melukis Jendela” tokoh Marya yang tidak pernah melihat ibunya dan tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya, berimajinasi dengan melukis kedua orang tuanya dengan harapan agar mereka memberikan kasih sayang kepada Marya. Ketika harapannya tidak kunjung terpenuhi, Marya mulai melukis jendela yang dia rasakan mampu memberikan kebebasan pada dirinya.

Akhirnya, karena terinspirasi oleh lukisan jendela yang dibuatnya, Marya mengambil tindakan nyata membebaskan diri dari kenyataan yang menghimpitnya. Ia meninggalkan rumah dan “Marya tidak akan pernah kembali” (halaman 42).

Selain menggunakan tema yang terkesan “liar dan vulgar” dalam cerpen-cerpennya, Djenar pun menggunakan kalimat-kalimat yang cenderung lugas, bebas, apa adanya, dan tidak peduli dengan kata-kata yang dianggap tabu. Diakui oleh penulis kelahiran Jakarta, 14 Januari 1973, bahwa gaya penulisannya itu dipengaruhi oleh ketiga gurunya, yang juga merupakan sastrawan.

Cerpen-cerpen dalam buku kumpulan cerpen Djenar yang pertama ini ditulisnya dengan sangat bebas. Tidak hanya bahasanya, tetapi juga ide-ide yang ditulisnya mengalir mengikuti emosinya yang meluap-luap. Selain itu, cerpen-cerpen Djenar juga menggunakan bentuk dialog, seperti dalam cerpan “Wong Asu” dan “SMS”.

Melalui “SMS”, Djenar menampilkan cerpen bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga memanfaatkan angka-angka (nomor telepon genggan dan jam) sebagaimana halnya SMS. Di cerpen ini, Djenar membebaskan pembacanya untuk berimajinasi pada bagian-bagian yang sengaja tidak ia tampilkan. Bila dalam sebuah puisi, maka setiap SMS adalah larik atau bait dan bagian yang ia tidak tampilkan itu ibarat ruang kosong (waktu jeda) antara satu larik (bait), dengan larik (bait) lainnya.

Ide cerpen “SMS” bisa dikatakan cukup orisinel dengan menggunakan latar kehidupan. Cerpen ini bercerita mengenai kehidupan social yang terjadi dilingkungan masyatakat metropoli. Suatu keadaan social yang egoistis dan sering dibumbui kisah percintaan, perselingkuhan, seks bebas, dan kisah cinta sesama jenis bukan lagi hal tabu bagi masyarakat metropolis. Karenanya kemunafikan dan kebohongan dalam percintaan sudah dianggap sebagai hal yang lumrah.

Beberapa cerpen dalam buku ini pernah dimuat dibeberapa harian, seperti Kompas (Lintah, Waktu Nayla, dan Asmoro), majalah sastra Horison (Melukis Jendela), Media Indonesia (Durian), Republika (Menepis Harapan), Lampung Pos (Wong Asu), dan majalah A+ (Manusya dan Dia), serta Jurnal Cerpen Indonesia (Mereka Bilang, Saya Monyet!). Rangkaian cerpen-cerpen yang pernah diterbitakn oleh media-media cetak tersebut menjadi jaminan eksistensis karya-karya Djenar.


by : Indri Mariska

Resensi Buku

1. Judul resensi : Imajinasi Sebagai sarana Membebaskan Diri dari Realitas

2. Identitas

Judul buku : Mereka Bilang, Saya Monyet!

Pengarang : Djenar Maesa Ayu

Penerbit : PT Gramedia Pustaka utama

Catatan : I, September 2002

Tebal buku : xi+137 halaman

3. Kepengarangan: Paragraf I, paragraf II, paragraf III

4. Sinopsis : Sinopsis dari salah satu cerpen yang ada di dalam buku Mereka Bilang,

Saya Monyet!

Dalam cerpen “Melukis Jendela” tokoh Marya yang tidak pernah melihat ibunya dan tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya, berimajinasi dengan melukis kedua orang tuanya dengan harapan agar mereka memberikan kasih sayang kepada Marya. Ketika harapannya tidak kunjung terpenuhi, Marya mulai melukis jendela yang dia rasakan mampu memberikan kebebasan pada dirinya.

Akhirnya, karena terinspirasi oleh lukisan jendela yang dibuatnya, Marya mengambil tindakan nyata membebaskan diri dari kenyataan yang menghimpitnya. Ia meninggalkan rumah dan “Marya tidak akan pernah kembali” (halaman 42).

5. Analisis

Kelebihan : Paragraf VI dan paragraf X

· Tema terkesan liar dan vulgar

· Kalimat yang bebas, lugas dan apa adanya

· Memanfaatkan angka-angka

· Karakter tokoh yang kuat

Kekurangan : Paragraf X

· Pengarang sering mengeksploitasi kekerasan dan unsur seksualitas secara berlebihan meskipun dengan unsur metafora.

6. Penutup :

Beberapa cerpen dalam buku ini pernah di muat di beberapa harian, seperti kompas (Durian), majalah sastra Horison (Melukis Jendela), Media Indonesia (Durian), Republika (Menepis Harapan), Lampung Pos (Wong Asu), dan majalah A+ (Mansya dan Dia), serta Jendral Cerpen Indonesia (Mereka Bilang, Saya Monyet).

Rangkaian cerpen-cerpen yang pernah diterbitkan oleh media-media cetak tersebut menjadi jaminan eksisten karya-karya Djenar.

Nama Djenar Maesa AYu mungkin merupakan nama baru di dunia kesusastraan Indonesia. Secara umum, gaya penulisan Djenar bertipe suralisme dan absurd. Hal ini lah yang menybabkan tidak semua orang bisa menikmati karya-karyanya. Namun, setidaknya Djenar telah menjadi ikon tersendiri di khazanah kesusastran Indonesia.

Buku kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Ini merupakan buku kumpulan cerpen yang pertama bagi Djenar. Cerpen-cerpen dalam buku ini tergolong unik. Tema utama yang digunakan Djenar dalam cerpen-cerpannya berkisar mengenai masalah keluarga-dengan menjalani tokoh ibu, seorang wanita, atau anak permpuan sebagai pusat penceritaan-dan masalah kehidupan masyarakat metropolitan yang cenderung bebas.

Pada cerpen “Merka Bilang, Saya Monyet!” Djenar mencoba menyorot kehidupan masyarakat kota dengan menggunakan tokoh-tokoh yang diwujutkan dalam bentuk binatang dengan bagian-bagian tubuh yang berbeda-beda. Misalnya, “Sepanjang hidup saya melihat manusia berkaki empat berekor anjing, babi, atau kerbau. Berbulu srigala, landak, atau harimau. Dan kepala ular, banteng, atau keledai” (halaman 1).

Dalam cerpen “Melukis Jendela” tokoh Marya yang tidak pernah melihat ibunya dan tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya, berimajinasi dengan melukis kedua orang tuanya dengan harapan agar mereka memberikan kasih sayang kepada Marya. Ketika harapannya tidak kunjung terpenuhi, Marya mulai melukis jendela yang dia rasakan mampu memberikan kebebasan pada dirinya.

Akhirnya, karena terinspirasi oleh lukisan jendela yang dibuatnya, Marya mengambil tindakan nyata membebaskan diri dari kenyataan yang menghimpitnya. Ia meninggalkan rumah dan “Marya tidak akan pernah kembali” (halaman 42).

Selain menggunakan tema yang terkesan “liar dan vulgar” dalam cerpen-cerpennya, Djenar pun menggunakan kalimat-kalimat yang cenderung lugas, bebas, apa adanya, dan tidak peduli dengan kata-kata yang dianggap tabu. Diakui oleh penulis kelahiran Jakarta, 14 Januari 1973, bahwa gaya penulisannya itu dipengaruhi oleh ketiga gurunya, yang juga merupakan sastrawan.

Cerpen-cerpen dalam buku kumpulan cerpen Djenar yang pertama ini ditulisnya dengan sangat bebas. Tidak hanya bahasanya, tetapi juga ide-ide yang ditulisnya mengalir mengikuti emosinya yang meluap-luap. Selain itu, cerpen-cerpen Djenar juga menggunakan bentuk dialog, seperti dalam cerpan “Wong Asu” dan “SMS”.

Melalui “SMS”, Djenar menampilkan cerpen bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga memanfaatkan angka-angka (nomor telepon genggan dan jam) sebagaimana halnya SMS. Di cerpen ini, Djenar membebaskan pembacanya untuk berimajinasi pada bagian-bagian yang sengaja tidak ia tampilkan. Bila dalam sebuah puisi, maka setiap SMS adalah larik atau bait dan bagian yang ia tidak tampilkan itu ibarat ruang kosong (waktu jeda) antara satu larik (bait), dengan larik (bait) lainnya.

Ide cerpen “SMS” bisa dikatakan cukup orisinel dengan menggunakan latar kehidupan. Cerpen ini bercerita mengenai kehidupan social yang terjadi dilingkungan masyatakat metropoli. Suatu keadaan social yang egoistis dan sering dibumbui kisah percintaan, perselingkuhan, seks bebas, dan kisah cinta sesama jenis bukan lagi hal tabu bagi masyarakat metropolis. Karenanya kemunafikan dan kebohongan dalam percintaan sudah dianggap sebagai hal yang lumrah.

Beberapa cerpen dalam buku ini pernah dimuat dibeberapa harian, seperti Kompas (Lintah, Waktu Nayla, dan Asmoro), majalah sastra Horison (Melukis Jendela), Media Indonesia (Durian), Republika (Menepis Harapan), Lampung Pos (Wong Asu), dan majalah A+ (Manusya dan Dia), serta Jurnal Cerpen Indonesia (Mereka Bilang, Saya Monyet!). Rangkaian cerpen-cerpen yang pernah diterbitakn oleh media-media cetak tersebut menjadi jaminan eksistensis karya-karya Djenar.


by : Indri Mariska

Resensi Buku

1. Judul resensi : Imajinasi Sebagai sarana Membebaskan Diri dari Realitas

2. Identitas

Judul buku : Mereka Bilang, Saya Monyet!

Pengarang : Djenar Maesa Ayu

Penerbit : PT Gramedia Pustaka utama

Catatan : I, September 2002

Tebal buku : xi+137 halaman

3. Kepengarangan: Paragraf I, paragraf II, paragraf III

4. Sinopsis : Sinopsis dari salah satu cerpen yang ada di dalam buku Mereka Bilang,

Saya Monyet!

Dalam cerpen “Melukis Jendela” tokoh Marya yang tidak pernah melihat ibunya dan tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya, berimajinasi dengan melukis kedua orang tuanya dengan harapan agar mereka memberikan kasih sayang kepada Marya. Ketika harapannya tidak kunjung terpenuhi, Marya mulai melukis jendela yang dia rasakan mampu memberikan kebebasan pada dirinya.

Akhirnya, karena terinspirasi oleh lukisan jendela yang dibuatnya, Marya mengambil tindakan nyata membebaskan diri dari kenyataan yang menghimpitnya. Ia meninggalkan rumah dan “Marya tidak akan pernah kembali” (halaman 42).

5. Analisis

Kelebihan : Paragraf VI dan paragraf X

· Tema terkesan liar dan vulgar

· Kalimat yang bebas, lugas dan apa adanya

· Memanfaatkan angka-angka

· Karakter tokoh yang kuat

Kekurangan : Paragraf X

· Pengarang sering mengeksploitasi kekerasan dan unsur seksualitas secara berlebihan meskipun dengan unsur metafora.

6. Penutup :

Beberapa cerpen dalam buku ini pernah di muat di beberapa harian, seperti kompas (Durian), majalah sastra Horison (Melukis Jendela), Media Indonesia (Durian), Republika (Menepis Harapan), Lampung Pos (Wong Asu), dan majalah A+ (Mansya dan Dia), serta Jendral Cerpen Indonesia (Mereka Bilang, Saya Monyet).

Rangkaian cerpen-cerpen yang pernah diterbitkan oleh media-media cetak tersebut menjadi jaminan eksisten karya-karya Djenar.

Nama Djenar Maesa AYu mungkin merupakan nama baru di dunia kesusastraan Indonesia. Secara umum, gaya penulisan Djenar bertipe suralisme dan absurd. Hal ini lah yang menybabkan tidak semua orang bisa menikmati karya-karyanya. Namun, setidaknya Djenar telah menjadi ikon tersendiri di khazanah kesusastran Indonesia.

Buku kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Ini merupakan buku kumpulan cerpen yang pertama bagi Djenar. Cerpen-cerpen dalam buku ini tergolong unik. Tema utama yang digunakan Djenar dalam cerpen-cerpannya berkisar mengenai masalah keluarga-dengan menjalani tokoh ibu, seorang wanita, atau anak permpuan sebagai pusat penceritaan-dan masalah kehidupan masyarakat metropolitan yang cenderung bebas.

Pada cerpen “Merka Bilang, Saya Monyet!” Djenar mencoba menyorot kehidupan masyarakat kota dengan menggunakan tokoh-tokoh yang diwujutkan dalam bentuk binatang dengan bagian-bagian tubuh yang berbeda-beda. Misalnya, “Sepanjang hidup saya melihat manusia berkaki empat berekor anjing, babi, atau kerbau. Berbulu srigala, landak, atau harimau. Dan kepala ular, banteng, atau keledai” (halaman 1).

Dalam cerpen “Melukis Jendela” tokoh Marya yang tidak pernah melihat ibunya dan tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya, berimajinasi dengan melukis kedua orang tuanya dengan harapan agar mereka memberikan kasih sayang kepada Marya. Ketika harapannya tidak kunjung terpenuhi, Marya mulai melukis jendela yang dia rasakan mampu memberikan kebebasan pada dirinya.

Akhirnya, karena terinspirasi oleh lukisan jendela yang dibuatnya, Marya mengambil tindakan nyata membebaskan diri dari kenyataan yang menghimpitnya. Ia meninggalkan rumah dan “Marya tidak akan pernah kembali” (halaman 42).

Selain menggunakan tema yang terkesan “liar dan vulgar” dalam cerpen-cerpennya, Djenar pun menggunakan kalimat-kalimat yang cenderung lugas, bebas, apa adanya, dan tidak peduli dengan kata-kata yang dianggap tabu. Diakui oleh penulis kelahiran Jakarta, 14 Januari 1973, bahwa gaya penulisannya itu dipengaruhi oleh ketiga gurunya, yang juga merupakan sastrawan.

Cerpen-cerpen dalam buku kumpulan cerpen Djenar yang pertama ini ditulisnya dengan sangat bebas. Tidak hanya bahasanya, tetapi juga ide-ide yang ditulisnya mengalir mengikuti emosinya yang meluap-luap. Selain itu, cerpen-cerpen Djenar juga menggunakan bentuk dialog, seperti dalam cerpan “Wong Asu” dan “SMS”.

Melalui “SMS”, Djenar menampilkan cerpen bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga memanfaatkan angka-angka (nomor telepon genggan dan jam) sebagaimana halnya SMS. Di cerpen ini, Djenar membebaskan pembacanya untuk berimajinasi pada bagian-bagian yang sengaja tidak ia tampilkan. Bila dalam sebuah puisi, maka setiap SMS adalah larik atau bait dan bagian yang ia tidak tampilkan itu ibarat ruang kosong (waktu jeda) antara satu larik (bait), dengan larik (bait) lainnya.

Ide cerpen “SMS” bisa dikatakan cukup orisinel dengan menggunakan latar kehidupan. Cerpen ini bercerita mengenai kehidupan social yang terjadi dilingkungan masyatakat metropoli. Suatu keadaan social yang egoistis dan sering dibumbui kisah percintaan, perselingkuhan, seks bebas, dan kisah cinta sesama jenis bukan lagi hal tabu bagi masyarakat metropolis. Karenanya kemunafikan dan kebohongan dalam percintaan sudah dianggap sebagai hal yang lumrah.

Beberapa cerpen dalam buku ini pernah dimuat dibeberapa harian, seperti Kompas (Lintah, Waktu Nayla, dan Asmoro), majalah sastra Horison (Melukis Jendela), Media Indonesia (Durian), Republika (Menepis Harapan), Lampung Pos (Wong Asu), dan majalah A+ (Manusya dan Dia), serta Jurnal Cerpen Indonesia (Mereka Bilang, Saya Monyet!). Rangkaian cerpen-cerpen yang pernah diterbitakn oleh media-media cetak tersebut menjadi jaminan eksistensis karya-karya Djenar.


by : Indri Mariska